KUALASIMPANG – Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) mendukung upaya serius dan langkah konkret Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) yang di Komamdoi Subhan, S.Hu, M.Si melakukan rapat koordinasi (Rakor) di Banda Aceh, pada 7 November 2024 lalu.
Rakor di Banda Aceh tersebut melibatkan semua elemen ditingkat provinsi Aceh dan kabupaten Aceh Tamiang, Kejaksaan Tinggi Aceh, Polda Aceh, Kodam Iskandar Muda, Pengadilan Tinggi Aceh, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta beberapa Direktorat Jenderal yang dihadiri oleh beberapa Direktur. Dan tampak Unsur Muspika, Desa di kecamatan Tenggulun serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Rakor itu menginisiasi untuk mengambil langkah dan tindakan secara tegas sesuai peraturan perundang-undangan menyelamatkan Kawasan Konservasi yang masuk dalam wilayah hukum kabupaten Aceh Tamiang – Aceh dengan Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) RI nomor 28/2020 seluas 6750 hektar.
Demikian penjelasan Direktur Eksekutif LembAHtari; Sayed Zainal M, SH. Seperti dikutip wartawan. Minggu, 10 November 2024 di Aceh Tamiang. “LembAHtari mendukung penuh, upaya yang dilakukan BBTNGL sebagai upaya langkah konkret penyelesaian TNGL Sikundur Tenggulun,” tegasnya.
Sayed menyebut bahwa; Melihat keberadaan Kawasan Konservasi Sikundur Tenggulun di rambah, dijarah kegiatan ilegal logging terus berlangsung serta alih pungsi hutan menjadi perkebunan Kelapa Sawit di beberapa titik secara non legal sejak akhir tahun 2018 hingga 2024.
“Rakor inilah yang menggiring penyelesaian masalah TNGL Sikundur Tenggulun mengerucut, mendengarkan saran serta masukkan dari berbagai stakeholder dalam upaya langkah-langkah hukum. Dipastikan Rakor akan berlanjut di Aceh Tamiang, sebagai penguatan dan pengumpulan data-data lapangan,” sebut Sayed.
Apalagi itu sebutnya, kasus jual beli lahan di bawah tangan terus terjadi, dengan beberapa modus. Mengisukan seakan-akan kawasan TNGL Sikundur Tenggulun telah berubah peruntukkan pungsi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).
Sayed membeberkan, hasil monitoring LembAHtari di lokasi konservasi blok Tenggulun dimaksud, seperti di titik 1,8, pihaknya menemukan bahwa sejak tahun 2004 telah terjadi perambahan menjadi perkebunan kelapa sawit secara ilegal dan tahun 2018 di lokasi itu telah melakukan replanting tahap 1.
“Kami sangat mengapresiasi kepada BBTNGL yang telah mengambil langkah bijak dan upaya serius, dalam rangka pengamanan kawasan konserbasi TNGL Blok Sikundur Tenggulun,” katanya.
Ditambahkan; jika dibiarkan kawasan inti TNGL Sikundur Tenggulun akan terus terjadi penjarahan dan atau dibabat yang saat ini telah menyisir ke kawasan Seibetung Kecil, Sei Putih dan kawasan Sungai Besitang Kecil.
“Saya kira harus disikapi serius dan dihentikan segera. Sebab jika dibiarkan TNGL Aceh Tamiang hanya tinggal nama saja, sebab jika ada yang bertanya mana Inti TNGL Sikundur Tenggulun? Kita tidak tahu yang mana harus kita tunjuk, karena semuanya sudah berubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Ini harus benar-benar disikapi secara serius dan komprehensif,” tegasnya.
Selanjutnya pada tanggal 22 April 2024 lalu, beberapa LSM termasuk LBH telah menanda tangani surat berbentuk laporan tertulus yang ditujukan kepada BBTNGL perihal; penyampaian informasi dan desakan untuk penindakan perusakan kawasan konservasi TNGL Sikundur Tenggulun.
Surat tersebut ditanda tangani oleh Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), WALHI Aceh, LembAHtari, JKMA Aceh dan Perkumpulan Pembela Lingkungan Hidup Aceh (P2LH). “Saya kira upaya keseriusan dan langkah konkret ini yang dilakukan kepala BBTNGL patut didukung untuk tindakan nyata di lapangan,” pungkas Sayed. [].